Sabtu, 27 Maret 2010

Ultras Mentalita dan Kasus Fossa dei Leoni


Di sepakbola Italia, Ultras dikenal sebagai Tuhan didalam stadion, merekalah yang berkuasa. Biasa bertempat di tribun di belakang garis gawang, dimana di tribun tersebut memiliki kekhususan, yaitu polisi tidak diperkenankan berada di tribun ini atau muncul masalah.

Seperti kita lihat pada partai derby, Roma - Lazio, dimana ultras dapat membatalkan pertandingan dengan isu ada anak kecil yang ditembak polisi.

Di Italia ultras ini, mereka memiliki tradisi, yaitu pertempuran antar grup ultras, artinya sah-sah aja kalo salah satu grup ultras berkelahi dengan grup ultras lainnya, dan sebagai bukti kemenangan, maka bendera dari grup ultras yang kalah akan diambil oleh sang pemenang. Kode etik dari ultras lainnya ialah, seburuk apapun para tifosi ini mengalami kekejaman dari tifosi lainnya, maka tidak diperkenankan untuk lapor polisi.

Hal inilah yang membuat salah satu grup ultras Milan yaitu Fossa Dei Leoni (FDL) dinyatakan bubar, karena menjelang pertandingan Milan melawan Juventus beberapa musim yang lalu, seorang tifosi garis keras Milan melambaikan bendera Viking Juve.

Baca juga tentang rincian bubarnya FdL: Fossa dei Leoni dan Curva Sud Milano: Hal memalukan yang melegenda

Dalam tradisi ultras Italia, apabila ada grup tifosi lain yang memiliki flags dari musuhnya, maka berarti bahwa grup tifosi tersebut berhasil menaklukan atau mempermalukan musuhnya tersebut, tetapi ada syaratnya, bendera tersebut bukan diperoleh dari dicuri, atau diambil tanpa sepengetahuan grup ultras lawan tersebut melainkan harus dari open fight.

Masalah timbul, karena tifosi FDL ini memperoleh bendera Viking JUVE bukan dari open fight, melainkan dari menemukan di jalan. Viking JUVE tidak terima dengan hal tersebut, sehingga mereka mencegat tifosi Milan di Eindhoven setelah partai liga Champions PSV - Milan, mereka mencegat dengan menggunakan senjata tajam dan berhasil merebut bendera FdL.

Timbul masalah, karena hal tersebut, FdL lapor polisi, padahal dalam kode etik italian ultras, polisi adalah hal yang di haramkan alias A.C.A.B (All Cops Are Bastar*s). FdL semakin mendapat tekanan dari grup tifosi Milan yang lainnya, seperti Brigate Rossonere, sehingga grup tifosi tertua ini (1968) menyatakan mundur dan membentuk grup baru yaitu Guerrieri Ultras. Banyak yang bilang, bubarnya FdL juga disebabkan konflik internal, selama ini FdL lah yang berada di belakang aksi koreografi tifosi Milan, BRN ingin mengambil peran itu.

Kekerasan juga menjadi hal yang buruk dalam sejarah ultras di Italia, tetapi diluar itu, mereka juga memiliki kode etik tersendiri dalam kehidupannya. Biasanya grup ultras akan bertempat di suatu tribun di stadion di Italia, dan dipimpin oleh seseorang yang disebut CapoTifoso.

Masalah timbul apabila ada seseorang (diluar grup ultras) yang telah memiliki tiket resmi, dan sudah antri untuk masuk ke tribun yang kebetulan ditempati ultras dan mendapat tempat yang nyaman, tetapi ketika grup ultras masuk, maka orang tersebut akan diusir dari tempat duduknya, memang tidak fair.

Halaman: 1 2
{ Read More }


Selasa, 23 Maret 2010

Tentang Serie - A


Mantan defender Juventus Paolo Montero mengisahkan pengalamanya ketika berlaga di Serie-A . Suatu ketika ia edang berada di Viareggio bersama rekanya ,Attila di dalam sebuah restoran .Waktu itu banyak tifosi fiorentina berkeliaran di sana .

Bisa di tebak ketegangan tercipta . “Bayangkan aku seorang pemain Juventus yang dikelilingi oleh tifosi Fiorentina .Mulanya hanya sumpah serapah ,lalu berlanjut ke saling dorong hingga akhirnya baku hantam .’’ Kenang eks pemain asal Uruguay itu.

Pengalaman tersebut tidak hanya dirasakan pemain Serie-A di masa lampau.Contoh bagaimana sambutan pemain AC Milan Klaas Jan Huntalaar ketika hendak menjalani tes kesehatan di Milan. Huntelaar disambut oleh seorang Interisti yang membawa spanduk bertuliskan FORZA INTER di bandara Malpensa. Orang it uterus berdiri di depanya sambil mengangkat banner mengikuti kemanapun The Hunter bergerak.

Untung tidak ada insiden yang terjadi. Huntelaar memilih melayani pertanyaan para jurnalis yang mengerubutinya ketimbang menghiraukan tingkah tifosi tim rival sekotanya tersebut. Namun hal itu membuka mata Huntelaar. Benvenuto a Serie-A!. Inilah liga yang panasnya tidak hanya terjadi di lapangan . Panasnya membakar hingga keseharian.

Serie-A pernah mengalami kejayaan di era 90-an. Klaim sebagai liga terbaik di dunia terpatri kuat. Tapi sebutan itu kian menguap. Di negri ini ada yang percaya gaung Serie-a
sudah kalah dengan liga-liga elit eropa lainya.

Tak dipungkiri penurunan terjadi. Indikator aling gampang ialah hilanglah pemain besar. Pemain ternama enggan menginjakan kaki lagi da Italia . Pun permainan tidak lagi memikat. Serie-A dituding bermain lambat,cenderung defensif,dan kurang menyajikan aksi-aksi spektakuler.

Ditonton dengan mata, stigma itu mungkin ada benarnya. Tapi kalau menyaksikan dengan hati itu bisa diperdebatkan.Meminjam istilah dalam terminologi sosiologi, sepakbola sudah menjadi way of life bagi publik Italia. Membela tim Serie-A berarti kontrak mati untuk mendukungnya sepenuh hati.

Imbasnya, kejayaan menjadi yang utama . Kemenagan diatas segala- galanya. Mengalahkan sportifitas tak jarang permainan memikat. Jangan kagrt kalau tifosi Serie-A tegang bukan kepalang kala menyaksikan laga yang bagi pendukung netral kurang memikat .Sebab baginya kalah adalah aib.

Sebuah kisah dari Kevin Buckley Seorang wartawan lepas dari Guardian . Ketika AC Milan menjuarai Liga Champions 2002-03 pantas menjadi contoh yang pas. Saat itu tifosi I Rossoneri memenuhi seluruh penjuru kota Milan, Andrea seorang Interisti memilih pergi ke bioskop. Apa sebabnya ? Sebab hanya itulah salah satu tempat yang “aman” bagi dirinya dari gemerlapnya perayaan pendukung Milan.

Itulah segelintir cerita dari gemerlapnya Serie-A, dan kita patut menyebut Serie-A sebagai salah satu liga terbaik di dunia.
{ Read More }


Jumat, 05 Maret 2010

Commandos Tigre: Kelompok Orang-orang Elit Milanisti



Lahir pada tahun 1967 Commandos Tigre ditempatkan di utara terpisah sampai 1985. Pada tahun 1985 pindah ke selatan untuk membentuk kurva, dengan Fossa dei Leoni dan Brigade Rossonere, tiga serangkai Pit Komando Brigade selama 20 tahun akan memimpin kurva selatan.

Mengalami periode pertumbuhan terbesar kedua (sekitar 2.000 anggota terdaftar) di milan pada dekade Sacchi dan Capello. Ratusan anggota bagian dari sezioni TORINO , BRIANZA , TOSCOLANO MADERNO. Mereka dapat dilihat dengan spanduk-spanduk yang tak terhitung jumlahnya dengan gambar harimau dan spanduk dengan simbol karakter Runic CT salib.

Dengan aturan baru masuknya spanduk di stadion, spanduk Commandos Tigre yang lama tidak boleh masuk, dan yang dipakai adalah beberapa banner yang mewakili gambar harimau dan inisial CT, dan banner Tigre.

Lagu CT

Orgoglio e tradizione è questo il nostro motto / Commandos Tigre siamo veniamo da Milano / Tifiamo per il Milan il nostro grande amore / Ovunque lo seguiamo e speriam nel tricolore / Siam milanisti siam combattenti / Coi manganelli vi bastoniam / Commandos Tigre siam di Milano / Il nostro onore è la fedeltà... TIGRE TIGRE TIGRE COMMANDOS TIGRE!
{ Read More }


IconIconIconFollow Me on Pinterest
//add jQuery library