Judul Buku: I Am Zlatan
Penulis: Zlatan Ibrahimovic dan David Lagercrantz
Penerbit: Albert Bonniers Foerlag
Tebal: 347 halaman
Cetakan: I, 2011
[Tersedia pula dalam versi Apps]
"Pep
Guardiola, manajer Barcelona, dengan jas abu-abu dan ekspresi wajah
yang memancarkan kekesalan, menghampiriku. Ia terlihat tidak senang.
Tadinya aku berpikir ia adalah orang yang baik. Tidak sehebat Mourinho
atau Capello, tapi seorang okay guy……"
Bagaimana cara
terbaik untuk mengawali sebuah otobiografi? Zlatan Ibrahimovic memilih
untuk membuat Guardiola, manajer terhebat Barcelona di abad 21, terlihat
seperti orang tolol. Zlatan memendam ketidaksukaan yang besar terhadap
Guardiola dan mendedikasikan bab pembuka untuk memproklamirkan kepada
dunia betapa parahnya hubungan antara kedua pria tersebut.
Zlatan
tidak mengerti ketika Guardiola datang kepadanya dan mengatakan bahwa
semua orang di Barcelona rendah hati dan arogansi bukanlah karakter
orang-orang yang berada di klub tersebut. Guardiola lebih lanjut
mengatakan bahwa tidak ada pemain Barcelona yang datang ke tempat
latihan dengan mengendarai Ferrari atau Porsche.
Barcelona baru
saja membeli Zlatan dari Inter Milan pada musim panas itu dan sebagai
seorang anak baru yang diberitahu bagaimana adat istiadat di tempat yang
baru, seyogianya si anak baru tersebut akan mengangguk setuju.
Tapi
tidak demikian dengan Zlatan yang hobinya memacu Porsche di jalan raya
sampai kecepatan 325 Km/jam hingga tidak terkejar oleh polisi. Zlatan
kesal sekali dan mengumpat dalam hati soal kenapa sampai kendaraan
pribadinya harus diatur-atur segala oleh pelatih. Ia hampir terlihat
jijik ketika terpaksa mengendarai Audi, mobil yang diberikan Barcelona
kepada setiap pemain, ke kamp latihan.
Terbiasa sebagai seorang primadona, Zlatan tidak mengerti dengan kondisi yang ditemuinya di Barcelona.
"Barcelona
terlihat seperti sebuah sekolah, seperti sebuah institusi pendidikan.
Sejujurnya, tidak ada satu pun pemain yang bertingkah seperti seorang
superstar dan itu sangat aneh. Messi, Xavi, Iniesta, semuanya terlihat
seperti anak sekolah. Para pemain sepakbola terbaik di dunia berada di
sana dan semua kepala mereka tertunduk. Aku sama sekali tidak mengerti.
Menggelikan.
"Jika para pelatih di Italia berteriak 'lompat!'
kepada para pemain bintangnya, para bintang tersebut akan menengok ke
arah pelatih dan mempertanyakan mengapa mereka harus melompat? Di sini
(Barcelona) semua orang melakukan apa yang disuruh. Ini sama sekali
tidak cocok dengan karakterku. Perlahan aku beradaptasi dan bisa
menyatu. Tapi semua terlalu teratur untukku. Aku jadi gila."
Ia
semakin frustrasi ketika ia harus dipinggirkan untuk memberi ruang yang
lebih kepada Messi sebagai bintang utama Barcelona. Zlatan tidak
mengerti kenapa Barcelona harus mahal-mahal membelinya jika ia tidak
dipergunakan dengan maksimal.
Lalu Zlatan menghampiri Guardiola dan mengatakan, "Ini seperti anda
telah membeli Ferrari, tapi mengemudikannya seperti sebuah Fiat", sebuah
ungkapan menohok yang diakui Zlatan ia dapatkan dari seorang temannya
usai menyaksikan permainan striker asal Swedia tersebut dalam baju
Barcelona.
***
Banyak
otobiografi pemain sepakbola yang dipublikasikan seiring meningkatnya
reputasi para gladiator lapangan hijau, bukan hanya sebagai seorang
atlet tapi juga selebritis. Tapi I Am Zlatan,
otobiografi yang dikerjakan bersama penulis Swedia, David Lagercrantz,
rasanya berada di level yang tidak bisa disamai oleh buku pesepakbola
manapun.
Di tengah serbuan biografi pesepakbola yang begitu
banyak, buku-buku yang menonjol biasanya buku yang jujur dalam bertutur
mengenai kehidupan pemain sepakbola tersebut. Buku Zlatan ini tentu
bukan buku pertama yang jujur dan bercerita apa adanya. Dua otobiografi
pemain Manchester United, Roy Keane dan Gary Neville, mendapat banyak
pujian karena dianggap jauh dari kepura-puraan.
Tapi apa yang
membuat buku Zlatan ini sensasional dibandingkan biografi-biografi bagus
para sepakbola lainnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh sang pemain
itu sendiri. Sejujurnya, Keane adalah seorang gelandang bertahan dan
Neville adalah seorang bek kanan. Tak ada yang terlalu menghibur dari
permainan mereka. Saat seorang pemain dengan skill luar biasa yang
bahkan bisa membuat daftar spesifik 10 gol terbaik yang ia ciptakan
dengan backheel seperti Zlatan menceritakan kisah perjalanan hidupnya,
tentu ini jauh lebih menarik.
Paruh pertama biografi Zlatan
menceritakan bagaimana ia dibesarkan sebagai anak imigran asal Balkan di
Malmo, Swedia. Zlatan tanpa malu-malu mengatakan bahwa ia besar di
jalanan dan bakat terbesarnya ketika kecil adalah mencuri sepeda, sebuah
keahlian yang berguna baginya karena ia berasal dari keluarga miskin
yang tinggal di daerah Rosengrad yang memang adalah sebuah perkampungan
imigran.
Penulis sepakbola termashyur, Simon Kuper, sangat
terkesan kisah Zlatan soal masa kecilnya, ia bahkan menganggap apa yang
ditulis oleh Zlatan lebih mirip kisah hidup imigran di Eropa
dibandingkan dengan narasi glamor pemain sepakbola biasa. Kuper
menyamakan buku Zlatan dengan buku Portnoy’s Complaint yang ditulis Phillip Roth pada tahun 1969 tentang kehidupan diaspora Yahudi di New Jersey.
Latar
belakang keluarga Zlatan yang bukan dari strata sosial tinggi menjadi
humor tersendiri ketika ia bercerita bagaimana terjadi gegar budaya (culture shock) ketika ia membawa mereka untuk sedikit mengecap buah kesuksesannya sebagai pemain sepakbola.
Pada
saat Piala Dunia 2006 di Jerman, misalnya, Zlatan tidak hanya memberi
tiket pertandingan kepada keluarganya, bahkan harus mengurus hal-hal
remeh seperti mengatur penyewaan kendaraan dan akomodasi, sesuatu yang
menurut Zlatan sangat menyita perhatiannya dan membuat tidak fokus di
lapangan.
Suatu ketika Zlatan terbang dengan keluarganya di kelas bisnis dan saat
salah satu saudara tirinya meminta whiskey jam 6 pagi, ibu Zlatan
langsung murka dan melempar sepatu ke arahnya. Lalu terjadilah keributan
35.000 kaki di atas permukaan laut yang dipicu oleh pertengkaran
keluarga imigran Bosnia ini.
Perjalanan Zlatan menuju kebintangan
memang perjalanan melawan suara-suara miring yang menjelaskan mengapa
ia bisa begitu belagu di kemudian hari. Ia sudah terbiasa dengan
orang-orang yang tidak menginginkannya, bahkan ketika masih bermain di
level junior. Zlatan dituding terlalu asyik sendiri dalam mengolah bola
dan tidak bisa bermain secara kolektif dalam tim. Dalam usia belia, para
orang tua rekan setimnya membuat petisi yang menginginkan agar Zlatan
dikeluarkan dari tim.
Tak heran jika Zlatan mengatakan bahwa
banyak orang yang ciut berada dalam tekanan, tapi tidak bagi dirinya.
Semakin tinggi tekanan kepada Zlatan, semakin hebat ia akan bermain
untuk membungkam kritik kepadanya. Di awal kariernya, Zlatan mungkin
pemain yang paling banyak dicemooh oleh suporternya sendiri. Selain
karena sikapnya yang peduli setan, ini juga karena gaya permainannya
yang sering terlihat malas-malasan dan tidak terlibat banyak dengan
permainan tim saat tidak memegang bola. Zlatan mengakui hal tersebut dan
mengatakan bahwa sebagai seorang penyerang, ia menyimpan tenaganya
untuk mencetak gol.
Tingkat kejujuran yang begitu tinggi dari Zlatan, ditambah dengan arogansi khasnya, membuat buku I Am Zlatan hampir-hampir terlihat seperti buku komedi dengan one-liner punchline di
sana-sini. Seperti yang ia tuliskan ketika ia masih bermain di Ajax dan
ingin pindah ke negara lain, tapi satu-satunya klub yang tertarik
padanya hanya Southampton.
"What the f*ck? Southampton? Apakah saya hanya selevel Southampton? Southampton!"
Demikian juga ketika media Italia mewawancarainya usai mencetak gol dengan kaki kiri yang dianggap sebagai kaki terlemahnya.
"Zlatan tidak punya kaki yang lemah," begitu ucap Zlatan.
Gaya
bicaranya yang memakai nama sebagai kata ganti orang pertama inilah
yang melambung arogansi Zlatan ke level yang tak bisa disamai oleh para
pesepakbola lain. Zlatan tentu saja bukan satu-satunya pesepakbola
belagu di luar sana, tapi bahkan pesolek seperti Cristiano Ronaldo tidak
cukup tinggi hati untuk mengganti kata "saya" dengan "CR7".
Ketika
ditanya apa hadiah yang akan diberikan kepada tunangannya menjelang
pernikahan, Zlatan menjawab, "Ia tidak perlu apa-apa lagi, ia sudah
punya Zlatan".
Zlatan juga tidak ragu-ragu untuk menunjuk hidung
orang-orang yang tidak ia sukai. Orang yang paling ia benci (selain Pep
Guardiola) adalah Rafael van der Vaart yang pernah menjadi rekan
setimnya di Ajax Amsterdam. Menurutnya, Van der Vaart terlalu mencoba
untuk terlihat hebat.
"Van der Vaart, seseorang yang arogan, hampir seperti semua pemain kulit
putih di tim, walau sebenarnya ia bukanlah seseorang yang keren. Ia
mengklaim dirinya hebat - dan mungkin saja demikian, tapi ia selalu
ingin menjadi sosok yang ditakuti, seorang pemimpin.”
Zlatan
mengatakan bahwa Van der Vaart irinya dengan penampilannya di Ajax yang
menutupi kegemilangan pemain Belanda tersebut. Sebagai pemain lokal,
tentu Van der Vaart lebih disayangi oleh media dan fans. Tapi menengok
bagaimana perjalanan karir kedua pemain tersebut, rasanya sekarang
Zlatan bisa melirik ke Van der Vaart dan tersenyum sarkas.
Biografi
pesepakbola selalu menarik ketika mengisahkan cerita-cerita di luar
lapangan dan semua cerita pertengkaran Zlatan di sesi latihan dengan
rekan-rekan setimnya selalu menghibur.
Di AC Milan, Zlatan baku
hantam dengan Oguchi Onyewu, bek asal Amerika Serikat, di sesi latihan.
Onyewu memprovokasi Zlatan sepanjang latihan dan Zlatan membalasnya
dengan melakukan tackle 2 kaki, tekel yang ilegal, terhadap Onyewu meski
meleset. Zlatan yang ban hitam taekwondo lebih dominan dalam
perkelahian dan Onyewu menangis usai adu pukul tersebut.
Di
Juventus, Zlatan ditanduk oleh Jonathan Zebina dan Zlatan membalasnya
dengan memukul pemain Prancis tersebut hingga terjatuh. Lilian Thuram,
yang senegara dengan Zebina, berusaha menunjukkan solidaritas dengan
menghampiri Zlatan, namun pelatih Juventus kala itu, Fabio Capello,
berteriak, "Thuram! Tutup mulutmu dan pergi dari sana!".
Capello
adalah satu dari sedikit orang yang disegani oleh Zlatan. Ketegasan
Capello bahkan membuat Zlatan yang tak pernah tunduk pada siapa pun
bergidik ketika berhadapan dengan Don Fabio. Zlatan mengatakan bagaimana
nyalinya ciut ketika dipanggil meeting satu lawan satu dengan Capello
karena biasanya hal tersebut berarti ada sesuatu yang salah dari
permainannya. Belakangan Zlatan baru tahu bahwa Capello menginginkan
agar gaya permainannya diubah dari "gaya main Belanda yang omong kosong"
menjadi gaya Italia yang lebih pragmatis.
Usai sebuah
pertandingan di mana Thuram mengambil inisiatif menjaga pemain lawan
yang berbeda dengan yang ditugaskan Capello dan berbuah gol ke gawang
Juventus, Capello mencecar Thuram dengan pertanyaan "Siapa yang
menyuruhmu menjaga pemain itu?" yang hanya bisa dijawab Thuram dengan
"saya pikir lebih baik begitu". Capello murka lalu menendang meja pijat
sampai berputar-putar dan pada momen seperti itu, menurut Zlatan, Fabio
Cannavaro, Gigi Buffon, dan David Trezequet hanya mampu untuk menatap
kosong ke lantai, tidak berani menatap wajah Capello.
Sosok
lain yang dihormati oleh Zlatan adalah Jose Mourinho yang menurutnya
adalah "seseorang yang aku rela mati untuknya". Berbeda dengan Capello
yang enggan untuk terlalu dekat kepada pemain secara emosional, Mourinho
selalu menjalin hubungan persona dengan para pemainnya dan
menjadikannya sebagai sosok bapak yang selalu melindungi anaknya.
Kemampuan
Mourinho untuk memotivasi para pemainnya juga menjadi salah satu hal
yang disukai Zlatan. Bahkan ketika dirinya dikritik Mourinho karena
gagal berbuat sesuatu yang signifikan di lapangan, Zlatan tidak bisa
membantahnya.
Dalam sebuah pertandingan sehari sebelum Zlatan menerima penghargaan
sebagai pemain asing terbaik di Serie A, Inter bermain dan tertinggal
0-2 saat istirahat. Mourinho datang menghampir Zlatan dan mengatakan
"Kamu akan dapat penghargaan besok? Kamu harusnya malu karena tidak bisa
berbuat apa-apa. Lebih baik kamu memberikan penghargaan tersebut kepada
ibumu atau siapapun yang lebih pantas mendapatkannya."
Maka
ketika Zlatan dipastikan hengkang ke Barcelona, dirinya merasa sedih
untuk meninggalkan Mourinho. Mereka berjumpa sejenak sebelum Zlatan
meninggalkan kota Milan.
"Zlatan, kamu tak boleh pergi!"
"Tapi saya tak bisa melewatkan kesempatan ini."
"Jika kamu pergi, maka saya akan pergi juga."
Kalimat tersebut membuat hati Zlatan terenyuh karena menyiratkan betapa berharganya Zlatan bagi Mourinho.
Tapi tentu saja bukan Mourinho namanya jika tidak piawai meledek orang.
"Hey, Ibra! Kamu pindah ke Barcelona untuk memenangkan Champions League?"
"Ya!"
"Tapi jangan lupa, kita (Inter) yang akan membawa piala itu pulang musim ini. Jangan lupa!"
Musim itu usai kepindahan Zlatan, Mourinho membawa Inter memenangi quadruple termasuk trofi Liga Champions.
Namun
tidak ada yang lebih dipercaya Zlatan daripada agennya, Mino Raiola,
yang merupakan sosok penting di balik menjulangnya Zlatan salah satu
pesepakbola termahal di dunia. Zlatan dikenalkan ke Mino melalui
Maxwell, sahabatnya sejak di Ajax, yang juga memakai jasa agen super
asal Italia tersebut.
Bagaimana hebatnya Mino dalam mengurus
karir Zlatan tergambar dalam negosiasi yang aalot ketika hendak pindah
ke Juventus. Ketika pihak Ajax mengulur waktu dengan tidak mengirim
pengacara ke Italia untuk bernegosiasi, Mino menyuruh beberapa orang
untuk pura-pura menjadi pengacara agar meyakinkan Luciano Moggi,
mahaguru transfer Juventus yang tersohor itu.
Luciano Moggi
bukanlah seseorang yang bisa didikte di meja perundingan tapi Mino
sukses melakukan itu ketika meminta Ferrari Enzo, sebuah mobil sport
supermahal, sebagai syarat terakhir bergabungnya Zlatan ke Juventus.
Masalahnya Ferrari Enzo hanya diproduksi 399 buah dan hanya tersisa 3
buah di seluruh dunia dengan berbagai miliarder yang masuk ke dalam waiting list
untuk memiliki. Mino memaksa Moggi untuk menelepon Luca di Montemozolo,
presiden Ferrari, yang akhirnya setuju untuk memberikan Ferrari
tersebut asal Zlatan berjanji tidak akan pernah menjualnya.
Beberapa pekan lalu John Guidetti, penyerang muda asal Swedia yang
dipinjamkan ke Stoke dari Manchester City menjawab kritik yang
dialamatkan kepadanya karena dirinya dirasa terlalu besar kepala.
Guidetti membalas dengan mengatakan bahwa di Swedia biasanya orang
dikecam jika membanggakan dirinya sendiri.
"Zlatan? Baru
belakangan ini saja orang-orang mengapresiasinya. Sebelumnya tidak ada
yang menyukai Zlatan," begitu ujar Guidetti soal idolanya tersebut.
Sulit
untuk memungkiri bahwa Zlatan dianugerahi dengan bakat yang luar biasa,
tapi tentu saja bakat tanpa kerja keras akan sia-sia. Zlatan adalah
produk dari sebuah kerja keras untuk melawan suara-suara negatif hanya
karena ia memilih untuk melakukan segala sesuatu dengan cara yang
berbeda.
Tidak
akan ada Zlatan Ibrahimovic jika hanya mengikuti cara konvensional.
Bukan kebetulan di halaman pertama, Zlatan mendedikasikan bukunya kepada
anak-anak yang berbeda dengan yang lainnya, yang kerap disalahkan hanya
karena tidak menurut norma. Ia menegaskan, bukanlah kesalahan untuk
menjadi tidak sama dengan orang lain.
Rasanya masih lama sampai ada otobiografi pesepakbola yang sejujur dan semenghibur I Am Zlatan. Ini adalah sebuah lukisan kata-kata yang memiliki nilai puitis yang sama dengan tendangan-tendangan ajaibnya di lapangan.
Saat bab pertama sebuah buku diakhiri dengan makian kepada Guardiola -- "You haven't got any balls. You're shitting yourself in front of Mourinho. You can go to hell!" -- anda tahu bahwa anda sedang memegang buku yang luar biasa.
====
* Penulis @pangeransiahaan
Halaman:
1
2
3
4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar