“Apa jadinya sepakbola tanpaku?” tanya Helenio Herrera. Walaupun
terdengar berlebihan, Herrera berhak mengklaim dirinya memiliki pengaruh
besar dalam perkembangan sepakbola. Berkat semua kerja keras yang ia
lakukan, Herrera berhak menempati tempat istimewa.
Sejak kecil, Herrera sudah memegang teguh arti penting kerja keras. Sedini mungkin, ayahnya melatih Herrera untuk menjadi seorang tukang kayu. Namun Herrera merasa dunianya bukan di sana. Ia suka sepakbola. Walaupun tidak memiliki bakat istimewa, Herrera tak pernah menyerah. Kerja kerasnya membuat Herrera diajak bergabung dengan kesebelasan muda Raja Casablanca, salah satu kesebelasan paling terkenal asal Maroko. “Tidak ada sihir dalam sepakbola, yang ada hanya hasrat dan semangat juang,” pernah suatu ketika Herrera berujar.
Dari Raja Casablanca, Herrera pindah ke Perancis dan memulai petualangannya di sana. Bermain untuk delapan kesebelasan berbeda setelah Raja Casablanca, Herrera hanya satu kali menjadi juara. Ia bahkan terpaksa pensiun sebagai pemain karena cedera. Setelah karirnya sebagai pemain profesional berakhir, Herrera bekerja di dunia kepelatihan.
Walau menjalani profesi yang berbeda, Herrera tetap mengedepankan kerja keras. Alfonso Aparicio, eks pemain Atlético Madrid, sampai menyebut Herrera monster karenanya. Namun itu bukan sepenuhnya hal buruk.
“Ia adalah seorang monster. Ia biasa membuat kami berlatih sangat keras hingga tiga jam setiap hari,” Aparicio mengisahkan. “Namun karena semua latihan itu pula kami dapat menghancurkan siapapun di hari Minggu.” Bersama Atlético, Herrera meraih tiga piala pertamanya sebagai pelatih; trofi La Liga tahun 1950 dan 1951 serta Copa Eva Duarte di antara keduanya.
Selain memiliki sifat pekerja keras, Herrera juga cerdas. Kecerdasan itulah yang membuat Herrera mampu mencatatkan namanya dalam buku sejarah sepakbola dunia dan, tentunya, membuat dirinya sendiri enam tahun lebih muda.
Sejak kecil, Herrera sudah memegang teguh arti penting kerja keras. Sedini mungkin, ayahnya melatih Herrera untuk menjadi seorang tukang kayu. Namun Herrera merasa dunianya bukan di sana. Ia suka sepakbola. Walaupun tidak memiliki bakat istimewa, Herrera tak pernah menyerah. Kerja kerasnya membuat Herrera diajak bergabung dengan kesebelasan muda Raja Casablanca, salah satu kesebelasan paling terkenal asal Maroko. “Tidak ada sihir dalam sepakbola, yang ada hanya hasrat dan semangat juang,” pernah suatu ketika Herrera berujar.
Dari Raja Casablanca, Herrera pindah ke Perancis dan memulai petualangannya di sana. Bermain untuk delapan kesebelasan berbeda setelah Raja Casablanca, Herrera hanya satu kali menjadi juara. Ia bahkan terpaksa pensiun sebagai pemain karena cedera. Setelah karirnya sebagai pemain profesional berakhir, Herrera bekerja di dunia kepelatihan.
Walau menjalani profesi yang berbeda, Herrera tetap mengedepankan kerja keras. Alfonso Aparicio, eks pemain Atlético Madrid, sampai menyebut Herrera monster karenanya. Namun itu bukan sepenuhnya hal buruk.
“Ia adalah seorang monster. Ia biasa membuat kami berlatih sangat keras hingga tiga jam setiap hari,” Aparicio mengisahkan. “Namun karena semua latihan itu pula kami dapat menghancurkan siapapun di hari Minggu.” Bersama Atlético, Herrera meraih tiga piala pertamanya sebagai pelatih; trofi La Liga tahun 1950 dan 1951 serta Copa Eva Duarte di antara keduanya.
Selain memiliki sifat pekerja keras, Herrera juga cerdas. Kecerdasan itulah yang membuat Herrera mampu mencatatkan namanya dalam buku sejarah sepakbola dunia dan, tentunya, membuat dirinya sendiri enam tahun lebih muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar