Kamis, 30 Juli 2015

Panathinaikos-Olympiakos: Kebencian Abadi yang Bermula dari Peti Mati



"Oh Dewi, Nyanyikanlah lagu yang mengisahkan penderitaan pasukan Anchean lantaran kemarahan Achilles putra Peleus. (Lalu) dewa manakah yang menghendaki perselisihan itu?" itulah kalimat pembuka dari puisi epik sepanjang sejarah The Iliad Of Homer --sebuah karya sastra yang melegenda dari tanah Yunani.

Yunani negeri kaya mitologi. Punya banyak hikayat tentang dewa-dewa dan para ksatria. Dewa-dewa yang saling bermusuhan dan ksatria yang gemar perang. Nyaris tak ada bedanya dengan sepakbola.

Mengutip ucapan Rinus Michels, bukankah sepakbola itu adalah perang? Dan bukankah sepakbola itu juga sepenting hidup dan mati, seperti dinyatakan Bill Shankly? Dan, dalam perang, kecintaan dan kebencian berlebihan bisa ditolerir karena perang memang tak mengenal standar moralitas.

Ah, tentu saja dua orang itu berlebihan dalam berkata-kata.

Namun nyatanya bagi beberapa orang kalimat itu diresapi, dikhayati, direnungkan dalam-dalam, dan bahkan dibuat nyata dalam alam kehidupan. Dan di negeri para dewalah cerita itu terjadi. Sebuah cerita tentang kebencian mendalam lewat dua rival abadi: Olympiakos dan Panathinaikos.

Menumpahkan Darah Tetanggamu

Kali ini kita terbang ke Negeri Hellas. Menyimak persaingan antara dua kota yang berdekatan. Dua kota yang erat berhubungan semenjak abad kelima sebelum masehi, dan saling menopang demi eksistensi sebuah peradaban. Tapi juga dua kota yang kini terpecah dan saling membenci serta mendendam karena satu hal yaitu: sepakbola.

Dari penamaannya pun kita sudah dibuat sedikit merinding -- Derby The Eternal Enemies. Musuh yang abadi? Ya, permusuhan antara dua kota, Piraeus dan Athena.



Padahal hanya ada jarak teramat dekat yang memisahkan keduanya. Hanya berkisar 10 kilometer. Angka itu sama dengan setengah jarak dari Jakarta ke Bekasi. Tapi memang tetangga kerap hadir untuk dibenci. Mereka yang paling ingin kita hancurkan adalah yang ada di pelupuk mata.

Sebagai kota pelabuhan, Piraeus hadir karena Athena tak memiliki daerah pantai. Ibarat sebuah tubuh, Piraeus adalah tenggorokan Athena. Dari sanalah Athena hidup dan mengenal dunia. Betapa pentingnya Piraeus bagi Athena. Sejak abad 5 SM saja para teknokrat Athena tak segan membangun benteng sepanjang 10 km demi memuluskan rute perjalanan Piraeus-Athena dari hadangan tentara Sparta. Tak dapat disangsikan, sebagai kota pelabuhan Piraeus adalah kota kelas pekerja yang masyarakatnya bekerja dengan otot. Tentu beda dengan Athena, tanah para pemikir dan filsuf yang menuhankan otak. Karena itu selalu saja ada konflik di antara mereka.

Para aristoktrat di Athena mencibir kebodohan dan asal-usul tetangganya. Bagi mereka, orang-orang Piraeus adalah anak haram yang lahir dari perzinaan antara pelaut dari Amerika dan pelacur pelabuhan. Sementara penduduk Piraues memendam iri yang mendalam terhadap keborjuisan orang-orang Athena. Tak pernah berhenti. Tak pernah usai. Mulai 5 abad sebelum masehi hingga awal abad ke-20.

Pages: 1 2 3 4

Like the Post? Do share with your Friends.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IconIconIconFollow Me on Pinterest
//add jQuery library