“Satu momen bisa menghapus semua yang telah Anda capai dalam karir,”
ucap Paolo Di Canio.
“Saya tidak membunuh siapapun. Saya mendorong wasit. Kamu tahu itu salah, tapi hal semacam itu bisa saja terjadi. Jika itu terjadi, jalani hukumanmu. Saya dilarang bertanding hingga 11 pertandingan. Tapi, Anda ingat? Media dan orang-orang menyebut saya barbar.”
Di Canio menerawang tentang satu momen yang membuatnya selalu dicap buruk. Kala itu, 26 September 1998, Sheffield Wednesdey bertanding menghadapi Arsenal. Jelang akhir babak pertama, terjadi perebutan bola begitu sengit di lini tengah. Pemain Sheffield, Petter Rudi, terlibat dalam pergumulan bola di lini tengah dengan gelandang Arsenal, Patrick Vieira.
Di Canio lalu mendekati Vieira dan menegurnya, “Patrick, ayolah. Itu tidak perlu,” tulis Di Canio dalam otobiografi yang terbit pada 2000. Beberapa saat kemudian, Martin Keown, pemain Arsenal, terlihat menyikut wajahnya. Di Canio pun terlibat perselisihan dengan Keown. Tak berselang lama, wasit yang memimpin pertandingan, Paul Alcock, mengusirnya.
Tak terima, Di Canio melontarkan protes. Namun, emosi sudah terlanjur menguasai dirinya. Di Canio pun mendorong Alcock yang kemudian tersungkur di atas tanah.
Kartu merah tersebut membuat tim disiplin FA memanggilnya. Di Canio pun hadir di Bramall Lane, kandang Sheffield United, untuk memberikan jawaban. FA memutuskan untuk menghukum Di Canio sebanyak 11 laga dengan denda 10 ribu pounds.
Usai pertemuan tersebut Di Canio mengungkapkan penyesalannya. “Aku ingin menyampaikan permohonan maaf atas apa yang telah terjadi,” tutur Di Canio seperti dikutip BBC.
Nyatanya, persoalan tidak berhenti sampai di situ. Sejumlah wasit menyatakan ketidaksenangannya. Mereka menganggap hukuman untuk Di Canio terlampau ringan.
Wasit yang pernah memimpin Piala Dunia, Philip Don, menuduh bahwa FA gagal mengirimkan pesan yang tepat untuk wasit di seluruh negeri. “Paolo Di Canio terbukti bersalah atas permasalahan disiplin yang begitu besar dan saya tidak merasa bahwa itu hukuman yang pantas,” tutur Don seperti dikutip BBC.
Meskipun demikian, sepanjang 1996 hingga 1998, hukuman untuk Di Canio merupakan yang paling berat. Sebelumnya, pada 1996, bek Birmingham dihukum empat pertandingan karena terlibat adu fisik dengan wasit, lalu pada 1997 Emmanuel Petit dihukum tiga pertandingan karena mendorong wasit.
Karena Banyak Orang Bodoh di Luar Sana
Cobaan untuk Di Canio tidak berhenti sampai di situ. Media-media Inggris pun mendorongnya begitu keras. Bahkan, Menteri Olahraga Inggris kala itu, Tony Banks, meminta FA untuk memberikan hukuman berat. Banks di media bahkan sempat menyindir, “Barbarian pulanglah ke rumah kalian!”. Sindiran tersebut tak lain ditujukan kepada Di Canio.
“Saya tidak membunuh siapapun. Saya mendorong wasit. Kamu tahu itu salah, tapi hal semacam itu bisa saja terjadi. Jika itu terjadi, jalani hukumanmu. Saya dilarang bertanding hingga 11 pertandingan. Tapi, Anda ingat? Media dan orang-orang menyebut saya barbar.”
Di Canio menerawang tentang satu momen yang membuatnya selalu dicap buruk. Kala itu, 26 September 1998, Sheffield Wednesdey bertanding menghadapi Arsenal. Jelang akhir babak pertama, terjadi perebutan bola begitu sengit di lini tengah. Pemain Sheffield, Petter Rudi, terlibat dalam pergumulan bola di lini tengah dengan gelandang Arsenal, Patrick Vieira.
Di Canio lalu mendekati Vieira dan menegurnya, “Patrick, ayolah. Itu tidak perlu,” tulis Di Canio dalam otobiografi yang terbit pada 2000. Beberapa saat kemudian, Martin Keown, pemain Arsenal, terlihat menyikut wajahnya. Di Canio pun terlibat perselisihan dengan Keown. Tak berselang lama, wasit yang memimpin pertandingan, Paul Alcock, mengusirnya.
Tak terima, Di Canio melontarkan protes. Namun, emosi sudah terlanjur menguasai dirinya. Di Canio pun mendorong Alcock yang kemudian tersungkur di atas tanah.
Kartu merah tersebut membuat tim disiplin FA memanggilnya. Di Canio pun hadir di Bramall Lane, kandang Sheffield United, untuk memberikan jawaban. FA memutuskan untuk menghukum Di Canio sebanyak 11 laga dengan denda 10 ribu pounds.
Usai pertemuan tersebut Di Canio mengungkapkan penyesalannya. “Aku ingin menyampaikan permohonan maaf atas apa yang telah terjadi,” tutur Di Canio seperti dikutip BBC.
Nyatanya, persoalan tidak berhenti sampai di situ. Sejumlah wasit menyatakan ketidaksenangannya. Mereka menganggap hukuman untuk Di Canio terlampau ringan.
Wasit yang pernah memimpin Piala Dunia, Philip Don, menuduh bahwa FA gagal mengirimkan pesan yang tepat untuk wasit di seluruh negeri. “Paolo Di Canio terbukti bersalah atas permasalahan disiplin yang begitu besar dan saya tidak merasa bahwa itu hukuman yang pantas,” tutur Don seperti dikutip BBC.
Meskipun demikian, sepanjang 1996 hingga 1998, hukuman untuk Di Canio merupakan yang paling berat. Sebelumnya, pada 1996, bek Birmingham dihukum empat pertandingan karena terlibat adu fisik dengan wasit, lalu pada 1997 Emmanuel Petit dihukum tiga pertandingan karena mendorong wasit.
Karena Banyak Orang Bodoh di Luar Sana
Cobaan untuk Di Canio tidak berhenti sampai di situ. Media-media Inggris pun mendorongnya begitu keras. Bahkan, Menteri Olahraga Inggris kala itu, Tony Banks, meminta FA untuk memberikan hukuman berat. Banks di media bahkan sempat menyindir, “Barbarian pulanglah ke rumah kalian!”. Sindiran tersebut tak lain ditujukan kepada Di Canio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar