
Ketika perusahaan Parmalat menumpuk hutang hingga 14,3 miliar euro
pada 2003, sesungguhnya itu menjadi sinyal kebangkrutan Parma. Dan dalam
kurun waktu 2003 hingga kini, prestasi kegemerlapan Parma pun ikut
terjun bebas.
Pada tanggal (21/02/2015), kesebelasan berjuluk
Gialloblu ini
tak mampu menyelenggarakan pertandingan pekan ke-23 Serie A ketika
harus menjamu Udinese. Untuk lanjutan pertandingan pekan depan di mana
mereka akan berhadapan dengan Genoa, mereka masih belum memiliki
kejelasan akan bertanding atau tidak. Sebab mereka harus mencari
transportasi untuk mencapai Luigi Ferraris.
Selain itu, ada beberapa kabar yang menyebutkan jika presiden
Sampdoria bersedia untuk meminjamkan bus asalkan Parma dapat bertanding
melawan kesebelasan rival dari Sampdoria tersebut. Perihal masalah
meminjamkan bus, sebelumnya Inter Milan pun telah meminjamkan satu bus
kepada tim primavera
Gialloblu untuk bertandang ke Pescara.
Kesebelasan ini memang tengah dalam keadaan menyedihkan. Mereka
bahkan tak memiliki cukup uang untuk sekadar menggelar satu
pertandingan. Parahnya lagi, Parma tak menggaji seluruh pemain dan staf
sejak Juli 2014.
Menurut
Footballitalia, seluruh staf telah pergi
meninggalkan Parma dan toko-toko yang menjual merchandise Parma di
Stadion Ennio Tardini terpaksa ditutup. Dan tak lupa perusahaan yang
telah memberi penyewaan komputer dan printer ke klub telah tiba di kamp
Collecchio untuk menyita peralatan serta menagih tagihan yang belum
dibayar
Kapten Parma, Alessandro Lucarelli pun memaparkan jika para pemain
tidak pernah membicarakan tentang sepakbola saat berada di ruang ganti
pemain. Seluruh pikiran mereka tertuju kepada nasib dan masa depannya di
Parma. Meskipun telah mengalami pergantian kepemilikan sebanyak dua
kali dalam kurun waktu dua bulan, mereka masih belum mendapat kepastian
tentang nasibnya.
Mattia Cassani pun menjelaskan ketika Parma dibeli oleh perusahaan
minyak asal Albania, Rezart Taci, ia tidak pernah melihat sang bos di
Collecchio, tempat latihan kesebelasan. Para pemain hanya pernah melihat
Ermir Kodra selaku presiden baru Parma yang berusia 29 tahun, ia selalu
hadir namun para pemain tidak tahu apa yang presiden muda itu lakukan.
Di salah satu kesempatan, Kodra hanya mengatakan kepada kesebelasan
jika ia tidak ingin membuat janji-janji palsu, sehingga ia tidak
menjanjikan apapun kepada pemain. Tidak lama setelah penyampaian Kodra
kepada pemain, Cassani pun baru mengetahuinya jika Parma di jual dengan
harga 1 Euro atau sekitar 14.500 rupiah melalui surat kabar.
Ya, hanya dengan 1 Euro, anda bisa memiliki Parma. Tapi dengan hutang yang menggunung tentunya.
Dan kini nasib Parma di bawah komando presiden barunya,
Giampietro Manenti, berada di ujung tanduk. Federico Pizzarotti, yang
merupakan walikota Parma, mulai geram dengan ketidakjelasan peraturan
yang dibuat FIGC. Ia mengatakan bagaimana mungkin seseorang bisa membeli
sebuah klub tanpa adanya jaminan. Manenti dijadwalkan secepatnya akan
bertemu dengan Pizzarotti dan perwakilan dari pengadilan Italia untuk
membahas kebangkrutan.
Setelah seluruh staf pergi meninggalkan Parma, menjadi hal yang sulit
untuk membayangkan apa yang akan terjadi tiga sampai tujuh hari ke
depan. Sebuah era kesuksesan pada akhir tahun 90-an tampaknya semakin
dekat dengan bayang-bayang kebinasaan. Meskipun seluruh kesebelasan
Serie A sudah menyepakati untuk membantu Parma menyelesaikan kompetisi,
itu hanya seperti solusi untuk menunda kebangkrutan Parma yang
ditawarkan oleh FIGC.
Presiden Parma, Giampietro Manenti, dituding melakukan penggelapan
dan pencucian uang saat mengambil alih kesebelasan Parma. Kala itu
Manenti membeli kesebelasan yang pernah berjaya di tahun 90-an tersebut
dari Rezart Taci pada Februari lalu dengan harga 1 euro saja. Dia terus
panen kecaman karena gagal melunasi utang kesebelasan serta tidak mampu
membayar gaji pemain serta para staf.
Kepolisian Italia mengeluarkan pernyataan bahwa mereka telah
menangkap Manenti. Ia bermasalah beserta dengan 21 orang pengurus
kesebelasan lainnya karena tuduhan penipuan dan pencucian uang. Menurut La Gazzetta dello Sport, Manenti
telah lama melakukan tindakan kriminal seperti pencurian uang publik,
menggandakan kartu kredit, dan mencuci uang bersama kelompok mafia.
Dan yang paling menyedihkan, selain aksi kejahatannya itu tadi,
Manenti dikabarkan sebenarnya bukanlah orang yang kaya raya. Ia bukan
Berlusconi apalagi Sheikh Mansour atau Abramovich.
Disebut-sebut ia
hidup dari uang pensiunan ibunya. Istri Manenti pun hanyalah seorang
pengasuh.
Apa yang bisa diharapkan dari orang seperti itu?
Tahun lalu, Italia sendiri baru saja memiliki peraturan baru, yang dikenal dengan nama autoriciclaggio,
yang menyatakan bahwa investasi yang didapatkan dari bisnis gelap
sebagai bentuk kejahatan. Dari beleid itulah penangkapan Manenti
dimulai.
Setelah terjadi dua kali perpindahan kepemilikan dalam kurun waktu
kurang dari 4 bulan, Parma akhirnya dinyatakan bangkrut. Perpindahan
kepemilikan secara cepat ternyata sama sekali tidak membawa keuntungan
bagi Parma. Dan dengan ditangkapnya Manenti, mengiringi kejatuhan Parma
selang dua hari kemudian. Ya, Bangkrut.
Sesi dengar pendapat yang dilakukan kemarin kabarnya hanya
berlangsung 10 menit saja. Waktu tersebut terbilang cukup singkat dan
kemudian sudah ada keputusan bahwa Parma dinyatakan bangkrut.
Selain masalah Manenti, tersirat kabar jika anggaran untuk menggaji
pemain ternyata terlalu tinggi. Dan ini menyebabkan pebengkakan
pengeluaran. Kabar yang dirilis Metro, sebanyak 226 pemain terikat
kontrak dengan Parma. Namun hanya 26 pemain yang masuk ke dalam
kesebelasan utama.
Parma diketahui meminjamkan 85 pemain ke kesebelasan lain. Kemudian,
ada 10 pemain yang berstatus kepemilikan bersama. Sisanya, pemain yang
sudah dikontrak namun tak masuk ke dalam kesebelasan utama.
Hal yang wajar jika pemain di kesebelasan utama digaji penuh oleh
Parma. Namun, Parma ternyata juga memberikan upah 100 persen kepada
beberapa pemainnya yang sedang dipinjamkan ke kesebelasan lain serta
belum masuk ke dalam kesebelasan utama.
Dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pengadilan, skala utang
yang dikeluarkan oleh Parma mencapai angka € 74.360.912. Itu pun hanya
catatan hutang dalam olahraga saja. Dalam laporan keuangan terakhir yang
terlampir, sejak 17 Februari total utang Parma terus meningkat menjadi €
218.446.754.
Suramnya nasib Parma musim ini memang berawal dari masalah keuangan
yang melanda kesebelasan dan para pemain sudah tak menerima gaji selama
tujuh bulan lebih. Dengan ditahannya Manenti rasanya sudah cukup untuk
membuat Parma tak punya harapan lagi.
Sementara itu mengenai nasib Parma hingga akhir musim, FIGC dan Serie
A sepakat akan mendanai kiprah para pemain sampai akhir musim. Uang
yang digunakan untuk pendanaan Parma berasal dari uang denda yang
dijatuhkan pada kesebelasan-kesebelasan Serie A lainnya musim ini.
Semua pemain yang terikat kontrak dengan Parma telah putus kontrak / free, kecuali sang kapten Alessandro Lucarelli yang akan setia bersama Parma walapun menjadi klub amatir. Musim depan Parma akan memulai kiprahnya dari liga
amatir, yakni bisa dari Serie D atau Divisi Eccellenza.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar