Napoli bukan kesebelasan sementereng AC Milan, Inter atau Juventus. Prestasi tertinggi di Italia, gelar Scudetto, pun hanya diraih dua kali saja (1986/1987 dan 1989/1990) saat masih diperkuat Diego Maradona. Di Eropa, hanya sekali mereka pernah merasakan titel juara, yaitu musim 1988/1989, dengan menjuarai Piala UEFA.
Setelah era Maradona, juga bomber Brasil bernama Careca, tak banyak lagi pemain-pemain top dunia yang bermain di Stadion San Paolo dengan berseragam Napoli. Bagaimana pun, mereka memang bukan tim kaya, dan setelah era Maradona itu, praktis prestasi menjadi terasa jauh untuk direngkuh.
Menariknya, kendati boleh dibilang sebagai tim semenjana dalam hal prestasi, para pendukung Napoli justru relatif banyak tidak disukai oleh fans-fans lainnya. Mereka dianggap paling sering berulah dan cenderung memusuhi semuanya, apalagi fans-fans dari klub Italia Utara seperti Milan, Inter dan Juventus --tiga klub yang kadang disebut sebagai 'Tiga Triad dari Utara'.
Ketidaksukaan itu, seperti biasa, diekspresikan melalui nyanyian (chant) yang liriknya mengumandangkan ejekan dan bahkan penghinaan bagi para fans Napoli. Nyanyian itu menggunakan Gunung Vesuvius sebagai pintu masuknya dan masyhur dengan sebutan "Nyanyian Vesuvius".
Diskriminasi teritorial terasa benar dari nyanyian ejekan bagi para fans Napoli itu.
Salah Satu Gunung Paling Berbahaya di Dunia
Vesuvius merupakan salah satu gunung paling aktif di daratan Eropa. Memiliki luas sekitar 44 hektar dan tinggi 1.281 m (4.202 kaki), Vesuvius disebut-sebut sebagai gunung berapi paling berbahaya di dunia. Ada sekitar 3 juta orang yang tinggal di sekelilingnya.
Jika dihitung, Vesuvius sudah meletus kira-kira sebanyak 50 kali. Namanya memiliki kaitan dengan mitologi Hercules, Sang Putra Zeus atau Veus. Vesuvius kadang disebut juga sebagai "Gunung Peringatan" (Mount of Warning). Bencana akibat letusan Vesuvius yang menghancurkan kejayaan peradaban Pompeii dianggap banyak orang mengingatkan pada bencana yang dialami Sodom dan Gomorah sebagaimana dikisahkan dalam kitab suci agama Ibrahimiah.
Vesuvius yang terakhir kali meletus pada 1944 memang menjadi salah satu simbol Kota Naples. Letaknya memang berada di Teluk Timur kota pelabuhan tersebut. Maka dari itu kaitan antara keduanya sangat erat -- seperti Gunung Tangkuban Parahu dengan Kota Bandung atau Krakatau dengan Cilegon.
Nah, Kota Naples berada tepat di sebelah kanan gunung ini. Pasalnya Vesuvius dijadikan salah satu objek wisata yang melahirkan mata pencaharian sebagian masyarakat di sana. Taman yang mengelilingi gunung itu terus menarik minat para turis asing. Pemukiman-pemukiman juga berada di atas kaldera atau kawah Si Anak Zeus.
Eksotisme Vesuvius, yang menarik minat banyak wisatawan itu, banyak disusun oleh cerita dahsyat kehancuran Kota Pompeii karena letusannya. Pompeii adalah sebuah kota dengan peradaban yang tinggi, berada di wilayah Campania sebelah tenggara Kota Naples. Pompeii itu dibangun oleh orang-orang Osci atau Oscar, yaitu kelompok masyarakat di Italia Tengah. Mereka membangunnya sekitar abad keenam Sebelum Masehi.
Di masa lalu, Pompeii merupakan tujuan wisata bagi masyarakat kelas atas kekaisaran Romawi sekaligus lambang kemakmuran. Gaya arsitektur rumah-rumahnya pun tergolong memukau. Kota tersebut memiliki arena pertarungan gladiator kedua terbesar setelah coloseum di Kota Roma. Tempat itu dijadikan hiburan orang-orang kaya, untuk menonton pertarungan manusia hingga mati.
Dahulu, Pompeii berdekatan dengan pantai. Lokasi tersebut dijadikan pelabuhan para pelaut Yunani dan Venesia. Akan tetapi, atas dasar itulah sebagian besar perumahan dipakai untuk aktivitas seksual. Rumah pelacuran berderetan untuk melayani nafsu para pelaut yang datang.
Sebetulnya, gempa bumi kecil sudah sering terasa dari Vesuvius. Akan tetapi masyarakat sudah menganggap getaran itu, sebagai hal yang lumrah. Terlebih para warga di sana, yang bermata pencaharian sebagai petani di kaki gunung, itu menjadi pengalaman sehari-hari yang lazim.
Namun pada awal Agustus 79 SM, mata air dan sumur-sumur warga tiba-tiba mengering. Getaran ringan muncul lebih sering sejak 20 Agustus. Kemudian selama empat hari berturut-turut, getaran semakin terasa.
Klimaksnya, pada sore hari 24 Agustus tahun 79 SM, Si Anak Zeus pun meletus. Sekitar 25 ribu orang meninggal, terkubur oleh abu vulkanik dan lontaran batu. Lalu Pompeii pun menghilang selama berabad-abad lamanya. Akibat letusan maha dahsyat itu, Kota Herculaneum yang terletak di kaki gunung ikut lenyap. Sebagian besar Kota Naples juga tergerus daya ledak Vesuvius.
Dua daerah yang menghilang baru ditemukan kembali secara tidak sengaja. Kota Herculaneum pada Tahun 1738, sedangkan Pompeii ditemukan 10 dekade berikutnya. Setelah dilakukan eksplorasi besar-besaran untuk menggali reruntuhan, ribuan mayat banyak ditemukan. Tentu tidak dalam keadaan utuh, akan tetapi seluruh tubuhnya diselimuti abu vulkanik yang mengeras.
Kini sisa-sisa Pompeii terletak di daratan Naples akibat tergerus letusan Si Anak Zeus. Tepatnya berada di lokasi yang terbentuk dari aliran larva ke arah utara hilir Sungai Sarno. Puing-puing itu ditetapkan sebagai salah satu situs warisan dunia UNESCO. Telah menjadi lokasi wisata populer sejak Tahun 1997. Sampai sekarang, selalu dikunjungi hingga sekitar 2,5 juta orang per tahun.
Kekerasan Verbal Nyanyian Vesuvius
Dari situlah "Nyanyian Vesivius" yang mengejek para fans Napoli lahir, khususnya dari kelompok Ultras.
Sama seperti basis-basis suporter klub Italia pada umumnya. Ultras Napoli merupakan gabungan dari beberapa kelompok pendukung Napoli di Stadion San Paolo. Arena berkapasitas sekitar 60 ribu penonton itu digemuruhi dukungan, terutama dari dua sisi tribun.
Curva A (utara) maupun Curva B (selatan) diisi oleh beberapa kelompok suporter Napoli, seperti Teste Matte, The Mastiffs, Vechi Lions, Bronx, Massria Cardone, Fossato Flegreo, Brigata Caroline, Fedayn dan Blue Tiger. Semua nama-nama itulah yang membuat nama fans Napoli disegani, karena keberaniannya, sekaligus tidak disukai, karena ulahnya yang tak pandang bulu.
Sehingga tak jarang beberapa ultras lain sering menyanyikan lagu yang disebut sebagai Anti-Neapolitan itu. Baik ketika sedang bertanding dengan Napoli, atau klub lain. Salah satu contoh kasusnya Ultras AC Milan pada musim lalu. Saat itu Rossoneri sedang bertanding dengan Juventus, ketika laga yang diselenggarakan Bulan November tersebut. Mereka menyanyikan "Nyanyian Vesuvius" walau pun bukan Napoli yang sedang bertanding.
"Vesuvius, basuhlah mereka dengan api. Bahkan anjing menjauhi orang-orang Neapolitan. Kolera dan gempa membunuh semua anak-anak haram. Kalian tidak pernah mandi, mandikanlah mereka dengan api," begitu beberapa penggalan kata-kata ejekan dari "Nyanyian Vesuvius", salah satunya musim lalu didendangkan oleh para Ultras Juventus saat menjamu Napoli pada 10 November 2013.
Itulah yang memancing kemarahan Ultras Napoli yang sedang bertandang ke kandang Juventus musim lalu. Mereka mencabuti kursi-kursi di tribun tamu dan melemparinya kepada para suporter Juventus. Alhasil, lima orang Juventini dilarikan ke rumah sakit.
Masih ada klub-klub Italia lain, selain yang melakukan serangan verbal mengenai diskriminasi kepada Ultras Napoli. Beberapa klub di antaranya melakukan ejekan serupa seperti AS Roma, Bologna, Brescia, Internazionale Milan, dan lainnya.
Beberapa klub yang menyanyikan "Nyanyian Vesuvius" tentu tidak luput dari hukuman.
Beberapa kasus berbuntut larangan bertanding tanpa penonton. AC Milan harus rela bertanding tanpa dukungan penonton ketika melawan Udinese pada 19 Oktober 2013. Hukuman sempat ditunda karena banding, maka para fans Rossoneri pun masih bisa masuk ke stadion untuk menyaksikan laga itu.
Hukuman serupa juga diberikan kepada Inter Milan. Mereka dilarang bertanding dengan penonton di laga derby melawan AC Milan dan saat bertandang ke Chievo. Inter juga didenda 50 ribu euro atas sikap suporternya itu.
Juventus juga mesti kehilangan dukungan suporternya kala melawan Udinese dan Sassuolo. Terakhir, AS Roma melakoni laga tanpa penonton saat menghadapi Sampdoria dan Inter Milan. Selain itu, denda sebesar 80 ribu euro juga harus dibayarkan Roma akibat bernyanyi lagu Anti-Neapolitan tersebut.
Federasi Sepakbola Italia (FIGC) memberikan beberapa sanksi atas nama Diskriminasi Teritorial atau Regional. Pada dasarnnya FIFA memang melarang hal-hal seperti itu. Salah satu definisi rasialisme dalam nomenklatur FIFA adalah serangan terhadap asal usul daerah.
Statuta FIFA, pada artikel no. 3, mendefinisikan rasialisme sebagai tindakan diskriminatif yang menyerang, menghina, atau melecehkan asal usul ras, suku bangsa, kebangsaan, warna kulit, etnis, gender, bahasa, agama hingga orientasi seksual. Nyanyian Vesuvius, yang terang-terangan menyerang asal-usul orang Napoli, jelas melanggar aturan tersebut.
Tak bisa disangkal bahwa "Nyanyian Vesuvius" juga menggemakan ejekan terhadap orang-orang Italia Selatan, terutama Napoli, yang memang lebih tertinggal secara ekonomi dibandingkan daerah-daerah metropolis di Italia Utara. Kemiskinan dan kriminalitas menjadi stereotipe yang sering dilekatkan pada wilayah-wilayah di Selatan.
Kebencian para fans Napoli terhadap klub-klub Italia Utara, khususnya "Tiga Triad dari Utara", memang berurat akar dari perasaan diabaikan, dihinakan dan diremehkan oleh rezim pemerintah yang bertempat di Utara. Kebencian itu dibalas dengan tidak kalah menyakitkan melalui "Nyanyian Vesuvius" yang membawa-bawa semacam "dosa asal" orang Napoli.
Tapi begitulah watak kebencian. Ia niscaya mendatangkan kebencian balasan. Kebencian yang dibalas dengan kebencian.
Gunung Vesuvius, akhirnya, hanya menjadi celah untuk merayakan kebencian itu. Sebab gunung, sebagaimana bumi, tak punya "dosa" apa-apa. Manusia, melalui kobaran kebencian, yang akhirnya kerap menjadi bencana yang sebenarnya.
====
*ditulis oleh @panditfootball.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar